A.Stunting (Definisi dan Etiologi)
Definisi
Stunting didefinisikan
sebagai tinggi badan menurut usia dibawah dibawah -2 standar median kurva
pertumbuhan anak WHO (WHO,2010). Stunting merupakan kondisi kronis
buruknya pertumbuhan linier seorang anak yang merupakan akumulasi dampak
berbagai faktor seperti buruknya gizi dan kesehatan sebelum dan setelah
kelahiran anak tersebut (El,Taguri et al.,(2008),WHO (2010)).
Stunting adalah ukuran yang
tepat untuk mengindikasikan terjadinya kurang gizi jangka panjang pada
anak-anak(World Bank,2006). Selanjutnya berbagai ahli dalam Wamani et al.(2007)
meyatakan bahwa stunting merupakan dampak dari berbagai faktor seperti
berat lahir yang rendah ,stimulasi dan pengasuhan anak kkurang tepat,asupan
nutrisi kurang,dan infeksi berulang serta berbagai faktor lainnya(Wamani et
al.,2007). Oleh karena itu ukuran antropometik ini dapat dijadikan sebagai
indikasi buruknya kodisi lingkungan dan restriksi jangka panjang terhadap
potensi pertumbuhan anak (WHO,2010)
Pertumbuhan stunting menggambarkan
suatu kegagalan pertumbuhan linier potensial yang seharusnya dapat dicapai ,
dan merupakan dampak dari buruknya kesehatan serta kondisi gizi seseorang. Pada
tingkat populasi ,tingginya angka kejadian stunting berhubungan dengan kondisi
status sosial-ekonomi yang rendah dan peningkatan risiko terhadap paparan
kondisi merugikan ,seperti penyakit juga praktik pemberian makanan yang tidak
adekuat.Prevalensi stunting di dunia bervariasi antara 5%-65% dinegara-negara
yang kurang berkembang.
Prevalensi stunting mulai
meningkat pada usia 3 bulan ,kemudian proses stunting melambat pada saat
anak berusia sekitar 3 tahun. Selanjutnya kurva tinggi badan bergerak paralel
mengikuti kurva standar meskipun berada di bawahnya .Terdapat perbedaan
interprestasi kejadian stunting diantara kedua kelompok usia anak.Pada
anak yang berusia dibawah 2-3 tahun,rendahnya kurva tinggi badan menurut
usia(TB/U) kemungkinan menggambarkan proses gagal bertumbuh atau stunting yang
masih sedang berlangsung atau terjadi .Sementara pada anak yang berusia lebih
tua (lebih dai 3 tahun),hal tersebut menggambarkan keadaaan dimana anak
tersebut telah mengalami kegagalan pertumbuhan atau telah menjadi stunted
.
Etiologi
Malina (2012),menjelaskan bahwa
pertumbuhan manusia merupakan hasil interaksi antara faktor genetik,hormon,zat
gizi,dan energi dengan faktor lingkungan.Proses pertumbuhan manusia merupakan
fenomena yang kompleks yang berlangsung selama kurang lebih 20 tahun
lamanya.Pada suatu waktu,salah satu pengaruh ini dapat
lebih dominan dibandingkan dengan pengaruh faktor yang lain.
Seseorang tidap dapat
mencapai pertumbuhan yang ditentukan oleh bawaan genetiknya jika berada
dilingkungan yang tidak adekuat bahkan walaupun blueprint genetiknya
menentukan bahwa dia seharusnya berbadan tinggi (Tanner,1997)
Pada anak-anak,penambahan tinggi
badan pada tahun pertama kehidupan merupakan pertumbuhan yang paling cepat
dibandingkan periode waktu setelahnya(Hui,1985).Pada usia 1 tahun tersebut anak
mengalami peningkatan tinggi badan sampai 50% dari pannjang badan lahir.
Kemudian tinggi badan tersebut akan meningkat 2 kali lipat pada usia 4 tahun
dan 3 kali lipat pada usia 13 tahun(Pipes,1985).
Kemudian kecepatan pertumbuhan
tinggi badan meningkat lagi pada masa remajakarena dimasa ini terjadi pacu
tumbuh(growth spurt). Periode pacu
tumbuh ini berbeda antara anak laki-laki dan perempuan.Periode pacu tumbuh
perempuan dimulai lebih cepat dari pada anak laki-laki(Anak perempuan rata-rata
sekitar 10 tahun,dan anak laki-laki sekitar 12 tahun).Setelah pacu tumbuh
selesai,pertumbuhan tinggi badan pun melambat dan akhirnya berhenti.
Pertumbuhan yang cepat pada anak
membuat gizi yang memadai menjadi sangat penting pada masa
ini(Badham&Sweet,2010).Buruknya gizi selama kehamilan,masa pertumbuhan dan
masa awal kehidupan anak dapat menyebabkan anak menjadi stunting(Dewey&Begum,2010).Pada 1.000 hari pertama kehidupan
anak,buruknya gizi memiliki konsekuensi yang permanen(UNICEF,2013).Pada masa
ini,jika anak “dikeluarkan” dari paparan lingkungan yang merugikan ,anak dapat
mengejar pertumbuhannya.
Faktor sebelum kelahiran seperti
gizi ibu selama kehamilan dan factor setelah kelahiran seperti asupan gizi anak
saat masa pertumbuhan,social-ekonomi,ASI ekslusif,penyakit infeksi,pelayanan
kesehatan,dan berbagai factor lainnya yang berkolaborasi pada level dan tingkat
tertentu sehingga pada akhirnya menyebabkan kegagalan pertumbuhan linier.
B.Epidemiologi
Diperkirakan dari 171 juta anak
stunting diseluruh dunia,167 juta anak (98%) hidup dinegara berkembang(de Onis
et al.,2011).UNICEF mengatakan bahwa 2011, 1 dari 4 anak balita mengalami
stunting (UNICEF,2013).WHO memiliki target global untuk menurunkan angka
stunting balita sebesar 40% pada tahun 2025.Namun kondisi saat ini menunjukkan
bahwa target penurunan yang dapat dicapai hanya sebesar 26% (de Onis et
al.,2013)
Di
Indonesia,saat ini stunting merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi
nasional sebesar 37,2%(Riskesdas,2013).Indonesia adalah salah satu dari 3
negara dengan prevalensi stunting tertinggi di Asia Tenggara.Penurunan angka
kejadian stunting di Indonesiatidak begitu signifikan jika dibandingkan dengan
Myanmar,Kamboja,dan Vietnam.Bahkan pada 2013 prevalensi stunting di Indonesia
justru mengalami peningkatan.Berdasarkan data yang dikemukakan pada 2014,lebih
dari 9 juta anak di Indonesia mengalami stunting
(Chaparro,Oot&Sethuraman,2014)
C.Dampak
World Bank pada 2006 mengatakan
bahwa stunting yang merupakan malnutrisi kronis yang terjadi didalam rahimdan
selama dua tahun pertama kehidupan anak dapat mengakibatkan rendahnya
intelenjensi dan turunnya kapasitas fisik yang pada akhirnya menyebabkan
penurunan produktifitas,perlambatan petumbuhan ekonomi,dan perpanjangan
kemiskinan.Selain itu,stunting juga dapat berdampak pada system kekebalan tubuh
yang lemah dan kerentanan terhadap penyakit kronis seperti diabete,penyakit
jantung,dan kanker serta gangguan reproduksi maternal dimasa dewasa (Dewey&
Begum,2011).
Stunting pada Ibu hamil
(maternal stunting) dapat menyebabkan terhambatnya aliran darah kejanin dan
pertumbuhan uterus,plasenta,dan janin.Intrauterine
growth restriction(IUGR) atau reterdasi pertumbuhan janin dapat berdampak
pada buruknya outcomes janin dan bayi
yang dilahirkan (Kramer ,1987). Selama kehamilan,IUGR dapat menyebabkan gawat
janin kronis atau kematian janin. Bayi IUGR biasanya mengalami hambatan
perkembangan syaraf dan intelektual
,serta rendahnya tinggi badan .Hal ini pada umumnya bertahan sampai saar Dewasa
(Dewey&Begum,2011)
Bisakah
anak stunting mengejar ketertinggalan pertumbuhannya pada masa remaja ?
Di Indonesia,rata-rata tinggi
badan anak laki-laki pada usia 19 tahun adalah 162,9 cm,lebih pendek 13,6 cm
disbanding rujukan WHO 2007.Demikian juga anak perempuan rata-rata tinggi badan
yang bisa dicapai pada usia 19 tahun adalah 152,8 cm,lebih pendek 10,4cm
disbanding rujukan WHO 2007(Atmarita,2012).Data Riskesdas tahun 2013
menunjukkan bahwa prevalensi nasional TB/U pendek (z-skor <-2 SD) pada
remaja usia 13-15 tahun sebesar 35,1% ,sedangkan usia 16-18 tahun prevalensinya
sebesar 31,4% .Prevalensi stunting di Indonesia adalah yang paling tinggi
dibandingkan indicator antropometri lainnya.
Ada bukti yang menunjukkan bahwa
ketertinggalan pertumbuhan yang dialami anak pada usia dini dapat dikompensasi
atau dikejar pada masa remaja.Kegagalan dalam mengejar pertumbuhan terjadi
karena faktor lingkungannya yang sama buruknya dengan lingkungan dimana anak
mengalami gangguan pertumbuhan.Asupan gizi yang baik merupakan bagian dari
perbaikan lingkungan individu.Perawatan juga harus dilakukan untuk memusatkan
perhatian dan perbaikan asupan gizi mereka.Penerapan gizi seimbang dan
pemantauan status gizi sejak dini sangat diperlukan untuk mendapatkan status
gizi dewasa yang normal.
D.
Intervensi
Intervensi untuk menurunkan angka
kejadian stunting seharusnya dimulai sebelum kelahiran melalui perinatal care
dan gizi ibu, kemudian intervensi tersebut dilanjutkan sampai anak berusia 2
tahun (UNICEF,2012).Periode kritis dalam mencegah stunting dimulai sejak janin sampai anak berusia 2 tahun yang
disebut dengan periode 1.000 hari pertama kehidupan(Zhraini,2013). Pencegahan
kurang gizi pada ibu dan anak merupakan intervensi jangka panjang yang dapat
memberi dampak baik pada generasi sekarang dan generasi selanjutnya(Victora et
al.,2008). Intervensi berbasis evidence diperlukan
untuk menurunkan angka kejadian stunting di Indonesia.
Pada
saat kelahiran ,bayi harus langsung diberi Inisiasi Menyusu Dini(IMD),dan
setelah itu diteruskan dengan pemberian ASI ekslusif sampai dengan usia 6 bulan.Mulai
usia 6 bulan,bayi mulai dapat diberi makanan pendamping ASI dan pemberian ASI
dapat terus dilakukan sampai anak berusia 2 tahun.Selain itu bayi dan anak juga
diharapkan memperoleh kapsul vitamin A, taburia dan imunisasi dasar lengkap
(Zahraini,2013).
Daftar Pustaka
Fikawati,S.dkk.2017.Gizi Anak dan Remaja.Depok:RajaGrafindo Persada
-Sekian-
Semoga Bermanfaat :)
Comments
Post a Comment